Sunday, February 5, 2012 Tags: 4 komentar

Jangan Dilepas

“Pleton calon Paskibra putra putri bersaf kumpul!”
   “Siap, pleton calon Paskibra putra putri bersaf kumpul!”
“Laksanakan!”
   “Siap, Laksanakan! Paskibra!”
Kalimat itu terdengar keras seakan-akan memecahkan gendang telingaku. Kami semua berteriak dengan keras dan tegas sesaat sebelum memulai apel latihan. Maklum, kami semua sangat semangat mengikuti latihan kali ini, karena latihan ini bukan latihan intensif, tetapi ini adalah karantina yang diadakan oleh PASKIBRA 17 Makassar.
“Ededeh, ada matahari! Huh! Semangat Kiky! Semangat!” ujarku dalam hati menyemangati diriku.

Aku mengikuti latihan ini dengan serius, aku tidak mau mengecewakan Kakak-kakakku yang telah capek setengah mati melatih kami di lapangan yang dinaungi teriknya matahari karena besok adalah tanggal 17 Agustus 2009. Itu artinya besok adalah hari pertamaku mengibar di sekolah.
“Dak sabarma pake pakaian pengibaran besok. Pake sepatu pantofel hitam berhak, kaos kaki setengah tungkai, rok putih polos panjang, rim garuda, peci, baju osis, sama jilbab hitam segitiga. Hmm.. cantikku besok di..?”  ujarku dalam hati sambil membayangkan diriku esok pagi.
“Adek, semangat!”  teriak salah satu pelatih.
“Siap, semangat!”  balas kami dengan suara yang lebih keras.
Kalimat itu sudah tidak asing lagi di telingaku. Kata yang keluar dari mulut kakak pelatih itu seakan-akan menjadi mantra penyemangat bagi kami semua.
***
Tidak terasa adzan magrib berkumandang. Aku dan yang lain bergegas sholat. Setelah itu, kami kembali ke kelas XII IPA 5 untuk beristirahat. Kelas XII IPA 5, kami gunakan untuk menyimpan barang-barang dan juga tempat kami beristirahat.
“Adek, ganti pakaiannya dengan pakaian osis lengkap. Siap-siap buat makan malam,” perintah Kak Rena dengan suara yang lembut.
“Iya, Kak”  jawab beberapa dari kami.
Mendengar kata “makan malam”, tiba-tiba sirine perutku berbunyi menandakan lapar. Setelah kami semua siap, kami bergegas menuju aula.
“Dek, ke belakangmi, ke lapangan voli!”  salah satu kakak pelatih memerintah saat kami tiba di depan aula.
***
“Adek, baris 3 banjar sesuai ketinggian! Cepat!” teriak Kak Wina dengan keras.
“Siapa yang tidak bawa garpu? Siapa yang tidak bawa gelas plastik?”  Tanya Kak Wina.
“Siap, saya Kak!”  jawab Islah, salah satu temanku.
“We! Kau dak mau makan? Kenapa dak bawa?”  Tanya Kak Wina.
“Siap, saya lupa bawa Kak!”  jawab Islah.
“Kalau begitu, Islah dak usah makan!”  balas Kak Wina.
Pada safku, ada Kak Tuti dan Kak Adit. Saf kami terletak di pertengahan barisan.
“Saf pertama, pegangan tangan sambil jalan jongkok ke aula!”  perintah Kak Mita.
“Jalan Jongkok dari lapangan voli sampai aula dengan perut keroncongan? Astagfirullah..”  keluhku dalam hati.
Mungkin ini salah satu tantangan bagi kami calon Paskibra. Mungkin Kakak pelatih ingin melatih kami agar fisik dan mental kami perlahan-lahan menjadi baja yang semulanya kerupuk.
Tiba giliran safku untuk berjalan jongkok. Awalnya, kami berjalan jongkok dengan kecepatan cepat, tapi itu tidak berlangsung lama, karena setelah beberapa langkah kami merasa capek. Ternyata jalan jongkok itu tidak mudah. Di pertengahan jalan, Kak Rani mengambil gambar kami dengan kamera digitalnya, namun pada saat dipotret, kami menunduk malu.
“Kasih liat mukamu! Jangan tunduk!”  perintah Kak Rani.
Kami pun mengangkat wajah dan melihat ke kamera dengan wajah datar. Diambillah gambar kami untuk kedua kalinya.
***
Sesampainya di aula, kami tidak langsung masuk ke aula. Kami diperintah untuk berbaris sesuai barisan yang tadi. Sebelum masuk, Kak Reza mengambil alih kami. Kami pun dikomando oleh Kak Reza. Lalu kami melapor masuk aula. Setelah itu, Kakak pelatih mempersilahkan kami masuk. Sesampainya dalam aula, kami diambil alih oleh Kak Nadia.
“Komando saya ambil alih. Turun 17!”  perintah Kak Nadia kepada kami bertiga.
Kalimat “Turun” sama saja dengan push-up dalam Paskibra. Kami pun push-up sebanyak 17 kali. Setelah itu kami duduk secara terpisah, namun kami didudukkan berhadapan dengan lawan jenis.
Makan dalam Paskibra berbeda dengan makan pada umumnya. Yang menarik dari makan dengan cara ini adalah badan harus tegap, pandangan mata lurus ke depan, makanan tidak boleh jatuh (jika jatuh, akan diberi utang/push-up), makan tidak boleh berbunyi seperti bunyi sendok, piring, dan garpu, sendok yang mencari mulut, bukan sebaliknya.
***
Setelah makan, kami melanjutkan latihan di lapangan. Latihan kali ini berbeda dengan latihan sebelumnya. Ini adalah kali pertama aku latihan Paskibra pada malam hari. Ditengah-tengah latihan, Kak Eka tiba-tiba pingsan. Beberapa menit kemudian, temanku, Ikka, juga jatuh pingsan. Aku yang melihatnya jatuh merasa iba.
“Adek, jangan kosongkan pikiran!”  Teriak beberapa pelatih mengingatkan kami.
“Astaghfirullahhaladzim…3x,”  aku beristigfar dalam hati.
Akhirnya gladih bersih telah selesai. Aku kembali ke kelas XII IPA 5 untuk beristirahat.
“Adek, tidurmi! Janganmi lagi cerita-cerita,”  Kak Rani berseru kepada kami.
Mendengar seruan Kak Rani, aku pun tidur. Sebelum tidur, aku berdoa terlebih dahulu agar pengibaran besok berjalan dengan lancar.
***
“Adek bangun,”  kata Kakak pelatih cewek dengan suara yang kecil.
Aku terbangun dengan keadaan yang gelap. Aku tak dapat melihat apapun di sekitarku. Ternyata mataku ditutup oleh kakak yang membangunkanku tadi dengan menggunakan kain. Aku kaget, mengapa aku dibangunkan dengan keadaan seperti ini.
Samar-samar, aku mendengar orang lain juga dibangunkan sepertiku. Tanganku digenggam oleh salah seorang senior dan aku dituntun keluar.
“Ih.. Mauka diapai ini sekarang…?”  aku bertanya kebingungan dalam hati.
“Lompat dek! Ada got di depan,”  seru kakak pelatih memperingatkanku.
Saat tiba di suatu tempat, kakak pelatih yang lain datang dan menggenggamkan tanganku dengan tangan seseorang lalu membisikkan kalimat di telingaku,
“Dek, apapun yang terjadi, jangan pernah lepaskan saudaramu yang kau genggam sekarang,”  bisik kakak perlahan di telingaku.
Mendengar kalimat itu, aku menjadi semakin bingung apa yang akan terjadi selanjutnya. Tiba-tiba, seseorang datang kepada kami dan berkata,
“Dek, lepasmi tanganmu,”  kata seseorang dengan lembut.
Karena pada saat itu kami terlalu naif, kami pun melepas genggaman kami. Tiba-tiba,
“WE DEK!!!!! KENAPA KO LEPAS SODARAMU?!!!!! KALIAN SUDAH DIKASIH TAU TOH?!!!!”  bentak kakak.
Mendengar bentakan yang memekakkan telinga kami, kami hanya terdiam tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya aku pun mengerti maksud dari perlakuan kakak. Ternyata ini semua berupa uji mental bagi kami calon anggota Paskibra.
Kakak yang tadi membentakku menuntunku ke tempat yang lain.
“Ne, Saya kasihko lagi sodara. Jangko lagi lepaski sodaramu,”  perintah kakak sambil memberikan pasangan yang lain.
Karena kami tidak mau lagi dibentak, kami pun menggenggam erat satu sama lain.
“Adek, lepasmi dek!”  pinta seorang kakak dengan suara memelas.
Kalau saya lepas tanganku, pasti dibentak lagi. Janganmi dilepas deh,”  kataku dalam hati sambil memperkuat genggamanku.
“Adek, lepasmi dek! Percayako sama saya,”  pinta kakak itu lagi
“Dak ji Kak, sodaraku ini, dak mauka lepaski,”  jawabku menolak pinta kakak.
Keadaan semakin menegangkan, peluh membanjiri telapak tanganku. Semakin kami berusaha menguatkan genggaman kami, semakin keras pula usaha kakak untuk melepaskan genggaman kami.
LEPASKI DEK…!!! DAK MAUKO DENGARKA?”  teriak kakak sambil menarik lenganku dengan kasar.
Dak mau ja Kak! Sodaraku ini yang harus saya jaga,”  jawab orang yang menggenggam tanganku.
Namun peluh ditanganku membuat tanganku licin hingga akhirnya genggamanku terlepas.
“WE!!!!!!! KENAPA KO LEPASKI LAGI??? BARU SODARA SATU EKSKULMU YANG KO JAGA NA SUDAH LEPASMI, BAGAIMANA KALO SODARA KANDUNGMU?!!!!”  bentak Kakak yang tadi memberikanku pasangan.
“Keringatki tanganku, Kak, jadi terlepaski genggamanku,” jawabku dengan nada penuh belas kasihan.
“JADI KALO KERINGAT TANGANMU, DAK MAUKO JAGA SODARAMU?!!!” bentak kakak lagi
“Keringatki tanganku bela, Kak, dak bermaksudka juga untuk lepaski,“ jawabku lagi.
“SEKARANG, JALANKO SENDIRI CARI PASANGAN! MALASMA CARIKANKO PASANGAN!!!” perintah Kakak.
Aku pun berjalan dengan perlahan berusaha meraba-raba sekitarku. Tetapi hasilnya nihil, aku tidak menemukan siapapun untuk digenggam.
Tiba-tiba kakak yang tadi membentakku datang dan berkata,
“SAYA KASIHKO LAGI PASANGAN DUA ORANG. JAGAKI SEKARANG! JANGANKO LAGI LEPASKI!”  perintah Kakak itu lagi.
Secara tiba-tiba, dua orang menghampiriku dan menggenggam kedua lenganku erat-erat. Kali ini aku yakin, genggaman ini tidak akan berhasil dilepas oleh siapapun yang berusaha melepas genggaman kami.
“Siapa ini?” tanya orang yang menggenggamku.
“Kiky. Yuyun ini toh?” tanyaku kembali.
“Iyo iyo saya Yuyun. Kau iya?” tanyanya ke orang yang satunya.
“Saya Dillah,” jawab Dillah.
“We, kasih keraski peganganta nah!” aku memperingatkan mereka.
Tiba-tiba seorang Kakak datang untuk mengusik kami lagi.
“Adek, sayakan pelatihmu, kau percayaja?”  kata kakak itu.
“Iya Kak,” jawab kami.
“Lepaski pale itu sodaramu!” jawabnya lagi sambil berusaha keras melepaskan genggaman kami.
“Dak ji Kak, sodaraku ini”
Keadaan semakin menegangkan karena Kakak itu terus berusaha melepaskan genggaman kami, tapi karena genggaman kami kuat, akhirnya Kakak itu pergi. Beberapa menit kemudian,
“Adek, lepasmi dek! Percaya moko sama saya dek. Lepasmi,” kata Kakak yang berusaha membuat kami percaya.
“Dak ji, Kak. Sodaraku ini. Dak mauka lepaski sodaraku,” jawab Yuyun sambil memperkuat genggamannya.
“Astaga, Adek, percayami sama saya dek! Selesaimi acaranya. Sekarang mau lagi lanjut ke acara berikutnya,” pinta kakak.
“Dak ji, Kak,” jawabku sambil memperkuat genggaman.
Karena kami tidak mempercayai ucapan kakak itu dan tetap menjaga genggaman kami, akhirnya Kakak itu pergi dan kembali datang membawa kakak yang lain.
“Adek, kau tau ja siapa?” tanya Kakak yang lain.
“Iya, Kak,” jawab Yuyun.
“Lepaski pale tanganmu! Sumpah ka, dek selesaimi acaranya,” balas Kakak.
Karena kali ini ucapan Kakak terdengar meyakinkan, akhirnya kami pun melepas genggaman satu sama lain. Kemudian aku dituntun oleh Kakak lainnya ke suatu tempat.
***
Sayup-sayup terdengar alunan biola yang indah dan merdunya suara nyanyian seseorang dari kejauhan. Lambat laun suara itu terdengar semakin jelas. Sepertinya lagu yang dimainkan itu terasa tidak asing di telingaku. Ternyata lagu yang dimainkan adalah lagu wajib nasional. Tiba-tiba Kakak memerintahkanku untuk berhenti dan tidak meninggalkan tempat itu. Perlahan penutup mataku dibuka. Aku melihat seluruh calon anggota Paskibra berbaris berhadapan dengan lilin di depan kami masing-masing. Hatiku tergetar, saat isak tangis haru teman-temanku mulai terdengar.
Kemudian Kak Dzul melintas di depanku dengan menggunakan seragam pengibaran lengkap sambil membawa bendera merah-putih. Aku yang bingung karena orang pertama yang dilewati Kak Dzul adalah diriku tidak tahu harus berbuat apa, sehingga aku hanya terdiam menatap Kak Dzul berlalu. Kemudian Kak Dzul berjalan tegap perlahan melewati seluruh calon Paskibra diiringi lagu Bagimu Negeri.
Ditemani langit malam, seorang kakak pelatih membacakan janji Paskibra dengan suara yang lantang. Setelah itu, Ibu Rukayah, salah satu pembina kami berdiri di tengah kami dan memberikan ucapan selamat dan pengarahan. Aku pun menyadari bahwa malam ini adalah malam pengukuhan kami semua sebagai anggota Paskibra SMA Negeri 17 Makassar Angkatan XII.
Malam penuh kejutan ini pun berakhir, saat kami semua kembali ke pembaringan.
***
Mentari pagi pun menyapa. Kami terjaga dalam kesibukan menyiapkan diri untuk pengibaran pertama ini. Setelah sholat shubuh, kami segera membersihkan diri lalu mengenakan seragam pengibaran.
Persiapan pun selesai, kami melangkah keluar ruangan dengan bangga. Saat melintasi kerumunan orang, orang tersebut menatap kami dengan rasa kagum. Aku merasa seragam ini adalah seragam yang luar biasa, seragam ini akan menjadi bukti bahwa aku cinta tanah air ini sampai akhir hayatku.
Satu hal lagi, aku berjanji dalam hati untuk menjaga persaudaraan dalam Paskibra ini. Setelah semua yang aku alami tadi malam, aku menyadari bahwa Paskibra ini bukan hanya sekedar ekskul belaka, namun persaudaraan dan kebersamaan adalah rantai yang utama. Aku tidak akan pernah menyesal menjadi anggota Paskibra dan aku tidak akan melepas apa yang telah aku dapatkan selama ini. Kata-kata kakak pelatih yang terus terngiang di hatiku,
“Jangan ko lepas saudaramu. Ingat nah! JANGAN DILEPAS!”        

Nb: Beberapa nama sengaja disensor :D

4 Response to Jangan Dilepas

February 8, 2012 at 3:36 AM

nostalgia

February 12, 2012 at 1:39 AM

haha iseng-iseng post. tgs cerpen dr bu arianti inee wktu X3 :D

February 24, 2012 at 5:31 AM

wets...mantap bang postingannya..biar pun jidat tp lgsg teringat kebersamaan dan kedisiplinan, paskibra sekolah itulah kami..............dst...masa yg paling pakbal tp berkesan

February 26, 2012 at 8:58 PM

like! like! like! mantap komenx yg di atasku! :D
#PASQ17 Sukses selalu yaaaa!

Post a Comment

Watch this!

La Cosa Nostra Slideshow: KikyDNR’s trip from Surabaya, Jawa, Indonesia to Makassar was created by TripAdvisor. See another Makassar slideshow. Create your own stunning free slideshow from your travel photos.